Jumat, 23 Desember 2016

Pentingkah (Ber) filsafat?

Pentingkah (Ber) Filsafat ?
Terkadang bila kita mendengar kata “Filsafat” di dalam benak kita selalu berasumsi negatif. Gosip negatif dari kalangan masyarakat kita menganggap bahwa orang yang belajar filsafat, berfilsafat, dan para filsuf dianggap sesat. Kesesatan yang terjustifikasi oleh masyarakat tidak berdasar pada argumen yang jelas. Kalangan tertentu yang menganggap filsafat itu sesat, identik dengan ateis, orang liberal, komunis, bahkan ada pula yang menganggap filsafat itu mempelajari “perdukunan”. Semua paradigma yang salah tersebut harus didekonstruksi total.
Semua orang pasti berfilsafat. Berfilsafat sudah kodrat manusia. Mengapa? Alasanya adalah manusia pasti berpikir, dan berpikir adalah epistemologi dari filsafat. Manusia yang pasti berfilsafat dari mulai yang sangat termudah, hingga mulai dari yang tersulit. Contoh berfilsafat yang termudah.
Seorang balita bertanya pada orangtuanya, “Ayah itu apa” ? (menunjuk pada kursi). Sang ayah menjawab; “itu namanya kursi nak”. Sang balita melontarkan pertanyaan lagi: “Kursi terbuat dari apa ayah? Dan fungsinya kursinya apa ayah?”. Sang ayah menjawab lagi; kursi itu terbuat dari kayu, kursi berfungsi sebagai tempat duduk.
Contoh di atas menggambarkan filsafat secara mudah, yang ‘tidak tersadarkan’ oleh kita. Kemudian dari cerita singkat diatas, diperkuat dengan pertanyaan anak kecil yang sederhana namun filosofis.
Di dalam ilmu filsafat dikenal dengan tiga asas filsafat. Pertama adalah ontologi. Ontologi adalah asas filsafat yang menegaskan “hakikat sesuatu dibalik sesuatu”. Kedua adalah epistemologi. Epistemologi diartikan kerangka berpikir (cara berpikir) untuk menelaah suatu objek. Ketiga, adalah aksiologi. Aksiolologi diartikan pada nilai (value) objek.
Ilmu filsafat memiliki aliran-aliran (mazhab). Rasionalisme, empirisme, intuisionisme. Rasionalisme adalah aliran filsafat yang mengunggulkan akal (rasionalitas) manusia untuk menjustifikasi sebuah kebenaran. Aliran rasionalisme sudah diproklamirkan Socrates di zaman yunani kuno. Socrates memandang kejadian pada saat itu di Yunani mengalami krisis pemikiran, mengapa? Karena Socrates melihat gejolak sosial yang “tidak beres”, masyarakat Yunani menyembah dewa-dewa yang mereka buat sendiri. Melalui mitologi Dewa Zeus, Dewa Atlas, dll yang bagi masyarakat itu adalah Tuhan. Socrates menilai, mana mungkin Tuhan diciptakan oleh mereka  sendiri dalam bentuk seni rupa (patung). Penyebaran ajaran rasionalisme oleh Socrates dianggap menyesatkan oleh otoritas raja Yunani. Akhirnya, Socrates dihukum minum racun hingga wafat.
Aliran kedua adalah empirisme. Empirisme adalah sebuah aliran dalam filsafat yang mengunggulkan pengamatan inderawi (common sense). Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.
Aliran Ketiga adalah aliran intuisionisme. Intuisionisme adalah suatu aliran filsafat yang menganggap adanya satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Tokoh aliran ini diantaranya dalah Henri Bergson. Intuisionisme selalu berdebat dengan rasionalisme.

Ketiga aliran dalam ilmu filsafat tersebut. Menyebar secara sporadis dengan berbagai pisau analisis kehidupan. Agama, Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya, dll. Penyebaran filsafat untuk mengalisis segala bentuk sendi kehidupan manusia. Perkembangan pemikiran multidisipliner ilmu pengetahuan, baik dari yang begitu besar hingga sekarang ini. Para filsuf dari zaman Yunani kuno, hingga zaman posmodernisme (zaman sekarang ini) merupakan perkembangan dari campur tangan filsafat. Mungkin tak banyak yang diketahui orang kalangan masyarakat bahwa filsafat memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Karakteristik dalam filsafat yang begitu bervarian dikarena paradigma pemikir tersebut dengan konteks (lingkungan) yang mempengaruhinya. Pemikir Yunani kuno seperti Socrates tentu tidak sama dengan pemikiran Konfucius di China. Konfucius sangat mengedepankan etika dan moralitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar