Selasa, 06 Desember 2016

Manusia adalah "ens metaphysicum"

MANUSIA ADALAH “ENS METAPHYSICUM”
Setelah menentukan definisi filsafat, sekarang kita ingin memperdalam pengertian tentang filsafat, yaitu dengan menunjukan bagaimana filsafat itu timbul dari kodrat manusia, artinya asal ada manusia, ada filsafat, karena sesuai dengan kodratnya manusia itu.
Mengenai hal ini pokoknya telah diterangkan yaitu bagaimana dari keinginan akan mengerti, akan kebenaran, timbullah ilmu-ilmu pengetahuan dan akhirnya munculah filsafat. Akan tetapi pandangan ini masih kurang lengkap masih berat sebelah, seakan-akan filsafat hanya timbul bagi para ahli ilmu pengetahuan saja, dan sama sekali tidak berarti bagi mereka yang bukan ahli ilmu pengetahuan. Paahal dalam kenyataannya tidak setiap orang adalah ahli ilmu pengetahuan. Sebaliknya setiap ahli ilmu pengetahuan itu pasti, bahkan pertama-tama adalah manusia. Dan kita justru ingin membuktikan bahwa filsafat itu timbul bagi setiap orang, asal saja ia hidup sadar dan menggunakan pikirannya.
Jadi marilah kita menyelidiki kedudukan filsafat didalam keseluruhan hidup kita, menyelidiki peranan ilmu pengetahuan itu didalam kehidupan manusia. Telah dikatakan: filsafat adalah bentuk pengetahuan tertentu, bahkan bentuk pengetahuan manusia yang tersempurna, merupakan perkembangan yang terakhir daripada “pengetahuan biasa”. Inilah yang sekarang harus diperdalam. Pengetahuan biasa tetap merupakan dasarnya, sekarang hanya ingin kami kemukakan beberapa spek lain, selain ilmu-ilmu pengetahuan yang semuanya mendorong manusia kearah filsafat. Hingga menjadi jelas bagi kita bahwa manusia memang betul-betul disebut “ens metaphysicum”. Menurut Aristoteles artinya makhluk yang menurut kodratnya berfilsafat.
Jika memang demikian halnya, jika betul-betul setiap orang karena kodratnya terdorong akan filsafat maka apakah harus kita katakana bahwa setiap orang pasti menjadi seorang ahli filsafat? Apakah filsafat itu niscaya timbul? Jika demikian, mengapa tidak setiap orang tidak kita lihat bermenung-menung sebagai filsuf? Untuk menerangkan hal ini, maka kita harus membedakan antara:
Filsafat sebagai ilmu pengetahuan dan
Filsafat dalam arti yang lebih luas, yaitu dalam arti:usaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan hidup, menanyakan dan mempersoalkan segala sesuatu.
Maka filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang tersendiri itu tidak niscaya adanya, itu meminta tingkatan kebudayaan yang agak tinggi. Sebaliknya filsafat dalam arti yang lebih luas, dalam arti anasir-anasir filsafat dalam pikiran manusia itu dapatlah kita katakana tentu ada, biarpun hanya sedikit. Lagi pula dalam masyarakat yang tingkatnya belum berkembang kita jumpai pikiran-pikiran tentang “sebab dan akibat”, pandangan-pandangan tentang manusia, Tuhan dan dunia, pendapat-pendapat tentang hidup, tentang perbuatan-perbuatan manusia yang baik dan yang buruk atau etika dan lain-lain.
Jadi pandangan-pandangan yang sifatnya telah dapat disebut “metafisik”. Hanyalah kesemuanya itu tidak atau lebih tepat dikatakan: belum dipikir-pikirkan. Dipertanggungjawabkan, disusun-susun secara ilmu pengetahuan. Hal ini memerlukan proses pertumbuhan yang agak lama, seperti juga halnya semua ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar