Senin, 26 Desember 2016

Filosofi Hujan

Filosofi Hujan
Hujan, sesuatu yang ditunggu-tunggu kedatangannya ketika panas tengah mendera. Namun ketika ia tiba, banyak orang yang terjebak dalam kenangan, katanya. Padahal kenangan atau genangan?
Mungkin genangan disini memiliki makna masing-masing, termasuk kenangan. Tetapi apa yang menyebabkan pemikiran tentang kenangan?
Mungkin rintikan hujan memberi filosofi tersendiri, entahlah sudah sedari dulu memang begitu. Memberikan nuansa yang memang berbeda, sejenak pemikiran mulai melayang dan membiarkan memori memutar kembali isi-isi perjalanan yang tengah terpatri. Namun pernahkah berpikir selain dari memori yang lalu-lalu? Berhenti sejenak dari hal-hal yang membuat kita terpaku pada masa lalu.
Hujan, perihal menawan yang hangat dibicarakan. Bicara tentang hangat, sesungguhnya kita kembali pada “panas” itu sendiri. Hangat sangat dekat dengan panas, ujung-ujungnya memang berputar dan kembali. Memang terserah sudut pandang yang mana kita menyimpulkan peristiwa hujan. Tetapi aku percaya, bahwa hujan adalah bagian dari kehidupan. Tentu saja, banyak disebutkan dalam Alquran bahwa hujan adalah sumber dari penghidupan. Dan kehidupan pasti terus berjalan, namun ianya memiliki fase-fase yang telah ditentukan. Ada kehidupan pastilah akan ditemuinya sebuah nama yang kata orang ini sangat menyedihkan, lebih menyedihkan dari sekadar perpisahan. Ia bernama “kematian”. Ya, kematian. Dan kisah perjalanan kita nantinya akan berakhir seperti apa? Masih ingat dengan panas? Akankah kita akan terjerambab dalam panas yang lebih dahsyat lagi ataukah bisa menghela dengan bahagia di surga-Nya?
Inilah yang dimaksud sebagai filosofi tersendiri, filosofi masa depan. Dan ingatkah bahwa masa depan kita masih ada kehidupan? Sejatinya kehidupan di dunia hanyalah sementara dan kehidupan abadi akan ada setelah ini.
Tak melulu berkutat pada masa lalu, tetapi mengenai rindu dan do’a-do’a yang menggema sangat ditunggu… Rindu pada Tuhanmu dan Rosulmu, berikan persiapan terbaik dari hamba yang katanya cinta tiada terkira. Membuat genangan sendiri sebagai bentuk ekspresi syukur melalui dzikir dan mengaji ayat suci setiap hari. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar