Senin, 17 Oktober 2016

Mengapa ada filsafat dalam pendidikan

Kedudukan filsafat dalam pendidikan merupakan fondasi yang tidak dapat diganti oleh dasar lainnya dan sebagai landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksa­naan pendidikan. Filsafat merupakan pandangan hidup yang menentukan arah dan tujuan proses pendidikan, karena itu filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Pendidikan itu pada hakikatnya adalah proses pewarisan nilai-nilai filsafat yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik dari keadaan yang sebelumnya.
Filsafat dan pendidikan, keduanya merupakan semacam usaha yang sama. Berfilsafat ialah mencari nilai-nilai ide (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan menyatakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan pribadi manusia. Pendidik­an bertindak mencari arah yang terbaik, sedangkan filsafat dapat memberi latihan yang pada dasarnya diberikan kepada anak. Hal ini bertujuan untuk membina manusia dalam membangun nilai-nilai yang kritis dalam watak mereka. Dengan jalan ini, mereka mempunyai cita-cita hidup yang tinggi dengan berubah­nya filsafat yang tertanam dalam diri mereka. Dengan demikian, filsafat sebagai landasan pendidikan adalah landasan mencari kesatuan pandangan untuk memecahkan berbagai problem dalam lapangan pendidikan.
Filsafat, jika dilihat dari fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berba­gai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika di bidang pendidikan. Oleh karena itu, apabila dihubungkan dengan persoalan pendidikan secara luas, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidik­an. Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.
Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan, bukan merupakan insidental. Artinya, filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan pertanyaan-perta­nyaan dan menyelidiki aspek-aspek realita dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan. Dengan melihat tugas dan fungsinya, maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah, menganalis, dan menjabarkan aspirasi dan ideali­tas masyarakat itu dalam jiwa generasi penerusnya. Untuk itu, pendidikan diharapkan bisa menggali dan memahami melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh. Oleh karena itu, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing kearah kebijaksanaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah realisasi dari ide-ide filsafat. Filsafat memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembi­naan manusia yang telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan.

Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan, sebab filsafat itu merupakan jiwa bagi pendidikan. Dan untuk merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan, ada beberapa unsur yang dapat dijadikan tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, meliputi (1) dasar dan tujuan pendidikan, (2) pendidikan dan peserta didik, (3) kurikulum, dan (4) sistem pendidikan.
1. Dasar dan tujuan
Dasar pendidikan merupakan suatu asas untuk mengem­bangkan bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, karena pendidikan memerlukan landasan kerja untuk membe­ri arah bagi programnya. Di samping itu, asas tersebut juga bisa berfungsi sebagai sumber peraturan yang akan digunakan sebagai pegangan hidup dan pegangan langkah pelaksanaan.
Secara umum, tujuan pendidikan dapat dikatakan dapat membawa anak ke arah tingkat kedewasaan. Artinya, membawa anak didik agar dapat mandiri dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Disamping itu, tujuan pendidikan juga dapat memeng­aruhi strategi pemilihan teknik penyajian pendidikan yang dipergunakan untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirumuskan. Sedangkan tujuan pendidikan yang lain adalah perubahan yang diusahakan untuk mencapaitujuan pendidik­an pada tingkah laku individu maupun pada kehidupan pribadi, baik kehidupan bermasyarakat, dan kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Jadi, dasar dan tujuan pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengem­bangkan bidang pendidikan menuju terbinanya kepribadian yang tinggi sesuai dengan dasar persiapan pendidikan. Setiap perbuatan pendidikan ini merupakan bagian dari suatu proses menuju suatu tujuan yang telah diharapkan dan ditentukan oleh masyarakat.
2. Pendidik dan peserta didik
Pendidik adalah individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam satu situasi pendidikan untuk menca­pai tujuan pendidikan (Yusuf,1982:53). Individu yang mampu itu adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat jasma­ni dan ruhani, mampu berdiri sendiri dan mampu menanggung risiko dari segala perbuatannya.
Kesediaan dan kerelaan untuk menerima tanggung jawab itulah yang pertama dan utarna dituntut dari seorang pendidik. Tanpa pendidik, tujuan pendidikan manapun yang telah dirumuskan tidak akan dicapai oleh anak didik.
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkem­bang, baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi perkembarigan mental. Setiap kegiatan pendidikan sudah pasti memerlukan unmu anak didik sebagai sasaran dari kegiatan tersebut. Yang dimaksud anak didik di sini adalah anak yang belum dewasa yang memer­lukan bimbingan dan pertolongan dari orang lain yang sudah dewasa dalam melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai individu.

3. Kurikulum
              Kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan dalam suatu lemba­ga kependidikan. Segala hal yang harus diketahui, diresapi dan dihayati oleh anak didik haruslah ditetapkan dalam kurikulum. Dan, segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik pada anak didiknya pun haruslah dijabarkan dalam kurikulum. Kurikulum tersebut menggambarkan secara jelas bagaimana dan apa saja yang harus dilakukan pendidik dan anak didik dalam proses belajar mengajar. Jadi, kurikulum itu menggambarkan kegiatan belajar mengajar dalam suatu lembaga pendidikan.
Hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Sebagai isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum menyang­kut masalah-masalah nilai, ilmu, teori, skill, praktik, pembinaan mental, dan sebagainya. Ini berarti, bahwa kurikulum itu harus mengandung isi pengalaman yang kaya demi realisasi tujuan. Dengan kata lain, kurikulum harus kaya dengan pengalaman­pengalaman yang bersifat membina kepribadian. Jadi, hubungan kurikulum dengan pandangan filsafat terutama tampak pada bentuk-bentuk kurikulum yang dilaksanakan. Satu asas filosofi itu menjadi latar belakang pendidikan itu berupa nilai demokrasi misalnya, maka prinsip kebebasan, prinsip berpikir, dan individualistis akan selalu diutamakan.
4. Sistem pendidikan
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih materi, strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai.
Dalam sejarah pendidikan dapat dijumpai berbagai pandangan atau teori mengenai bagaimana perkembangan manusia itu berlangsung. Beberapa aliran tentang perkembangan manusia dan hasil pendidikan itu adalah:
a. Empirisme, bahwa hasil pendidikan dan perkembangan itu bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak didik selama hidupnya, sebagaimana John Locke berpendapat bahwa anak yang di dunia ini sebagai kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa) yang belum ada tulis­an di atasnya.
b. Nativisme. Ini merupakan teori yang bertolak belakang dengan teori empirisme, bahwa bayi lahir dengan pembawaan baik dan pembawaan yang buruk. Dalam hubungannya dengan pendidikan dan perkembang­an manusia, ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperolehnya sejak lahir.
c. Naturalisme, bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang baik, tidak seorang anak pun lahir dengan pembawaan buruk. Aliran ini bersifat negativisme, di mana pendidik wajib membiarkan pertum­buhan anak didik secara alamiah.
d. Konvergensi, bahwa anak dilahirkan dengan pembawaan baik maupun buruk. Menurutnya, hasil pendidikan itu tergantung dari pemba­waan dan lingkungan, seakan-akan seperti dua garis yang menuju satu titik pertemuan. Teori konvergensi ini berpan­dangan bahwa: (1) pendidikan mungkin diberikan; (2) yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu sendiri; dan (3) pendidikan diartikan sebagai penolong atau pertolongan yang diberikan pada lingkungan anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang buruk.
Dari keempat aliran/teori perkembangan manusia dan teori pendidikan tersebut, pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandang­an hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikan atau sebagai cita-cita dan tujuan pendidikan (Djumberansyah,1994:16).
Adapun korelasi antara filsafat pendidikan dan sistem pendidikan itu adalah:
1. Bahwa sistem pendidikan atau science of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan teknik-teknik dan/atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran dengan makna akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidik­an,
2. Isi moral pendidikan atau tujuan intermediate adalah perumusan norma-norma atau nilai spiritual etis yang akan dijadikan sistem nilai pendidikan dan/atau merupakan konsepsi dasar nilai moral pendidikan, yang berlaku di segala jenis dan tingkat pendidikan;
3. Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar dan tujuan pendi­dikan, hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, dan sistem pendidikan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat dalam pendi­dikan merupakan tata pola pikir terhadap permasalahan di bidang pendidikan dan pengajaran yang senantiasa mempu­nyai hubungan dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain yang diperlukan oleh pendidik atau guru sebagai pengajar dalam bidang studi tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar