Selasa, 04 Oktober 2016

Filsafat manusia

     Jika dalam filsafat dikatakan bahwa manusia terbentuk dari badan dan jiwa, itu tidak berarti bahwa manusia itu seakan-akan terdiri atas dua hal yang dihubungkan bersama-sama, dari dua bahan yang telah dicampuradukakkan yang masing-masing dapat ditempatkan dan digambar secara terpisah. Jadi, filsafat manusia adalah baggian dari filsafat yang secara khusus membahas hakikat manusia. Pada zaman Yunani Kuno, orang sudah mengenal ungkapan yang berbunyi, “kenalilah dirimu sendiri”. Socrates merupakan filsuf pertama yang menganggap bahwa ungkapan ini sebagai ungkapan kefilsafatan yang pokok, beliaulah yang secara tidak langsung memaksa manusia untuk berpikir secara lebih dalam agar mengetahui tentang dirinya sendiri.
    Sudah berabad-abad lamanya manusia berusaha memecahkan masalah dan berusaha mengungkap kebenaran-kebenara tentang manusia. Menurut Gabriel Marcel, manusia bukanlah problem yang akan habis dipecahkan, melainkan misteri yang tidak mungkin disebuutkan sifat dan cirinya secara tuntas karena harus dipahami dan dihayati. Dalam membahas sejarah pemikiran manusia, Ernest Cassirer menandaskan adanya krisis pandangan manusia pada dewasa ini. Sebab dalam keragaman pandangan tentang manusia, tidak ada lagi suatu gagasan sentral. Secara empiris masing-masing pemikir meredusir manusia pada kenyataan faktis semata-mata sesuai dengan sudut pandang yang dipakainya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manusia itu terdiri atas dua aspek yang esensial, yakni tubuh dan jiwa. Melihat peran dan fungsi dari kedua aspek yang saling berhibungan maka dapat dipersoalkan mana yang lebih penting, tubuh atau jiwanya? Maka timbullah beberapa aliran, yakni: aliran materialisme, aliran spiritualisme, dan aliran dualisme.
    Aliran materialisme berpendapat bahwa yang penting adalah tubuh manusia. Jiwa dalam tubuh merupakan masalah yang jurang penting karena jiwa hanya membonceng saja dalam tubuh. Manusia merupakan makhluk jasmani yang dinamais. Jiwa adalah gejala sampingan sebagai kesan subjektif yang timbul karena secara pribadi menghayati eksistensi kita sendiri. Jiwa suatu yang abstrak, hanya tubuh yang merupakan sesuatu yang nyata dan benar, dan bersifat objektif.
     Aliran spiritualisme berpendapat bahwa yang terpenting pada diri manusia adalah jiwa (psyche). Tokohnya antara lain Plato, berpendapat bahwa jiwa lebih agung daripada badan, jiwa telah ada di “alam atas” sebelum masuk kedalam badan, jiwa itu terjatuh kedalam hidup duniawi, lalu terikat kepada badan dan lahirlah manusia yang fana. Dalam kerukunannya, jiwa dan badan tidak berdiri berdampingan secara setingkat, melainkan jiwa adalah sesuatu yang keadaannya bergerak sehingga mempunyai taraf realitas yang lain jenis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar