Selasa, 04 Oktober 2016

Filsafat sebagai hasrat

Filsafat sebagai hasrat akan kebijaksanaan akan tumbuh dalam diri manusia ketika manusia dihinggapi oleh rasa kagum dan rasa heran. Rasa heranlah yang membuat manusia berbeda dengan binatang atau tumbuhan. Binatang secara umum menganggap dunia kehidupannya sebagai biasa-biasa saja, tetapi manusia seharusnya tidak. Rasa biasa hanya pada permulaannya saja, terutama ketika kehidupan sudah demikian mekanis. Maksudnya, ketika seluruh kegiatan kita dilakukan secara begitu saja: bangun pagi, shalat subuh, pergi kekampus, siangnya pulang, istirahat, nonton TV, tidub bangun lagi esok harinya dengan cara sama. Namun selalu ada saat saat istimewa yang membuat kita terhenyak dan membuat kita keheranan, seperti gugurnya bunga jambu itu. Rasa heran muncul pada saat membayangkan gugur pohon jambu itu adalah saya, yang juga gugur gugur berulang kali tanpa menghasilkan buahnya. Saat itulah saya menanyakan makna dan sebab. Apakah saya tak lebih dari pohon jambu? Apakah saya rela terus mengalami keguguran sebelum menghasilkan buahnya? Rasa heran mematahkan belenggu rasa biasa sekaligus menyadarkan bahwa manusia harus lebih dari sekedar pohon jambu.
Hidup manusia tak boleh hanya sekedar mengulang kegiatan yang sama. Ada banyak kegiatan yang kita anggap biasa-biasa saja, membuat kita enggan mengubahnya. Kita terkurung didalamnya yang akhirnya kita tak pernah menjadi apa-apa atau siapa-siapa. Kita menjadi tawanan dari dari kebiasaan kita. Situasi ini sangat menyedihkan, karena sebagai manusia kita tak sekedar menempati tempat ruang kehidupan. Lebih dari itu, kita berkewajiban untuk berkarya, memberi warna pada dunia.
Bila kita mulai menyadari inti kemanusiaan sebagai pemberi warna kehidupan, kita akan mengambil jarak terhadap hal ihwal sehari-hari. Dengan memperhatikan secara seksama, kita mengamati tindakan-tindakan yang telah dianggap biasa saja, sudah seharusnya begitu, dan begitulah sebenarnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar